Kabarreskrim.net // Lampung Barat
Sikap yang mencederai prinsip keterbukaan publik kembali terjadi di dunia pendidikan. Kali ini mencuat di SD Negeri 1 Karang Agung, Kecamatan (way tenung), Kabupaten Lampung Barat.
Tim media yang datang untuk melakukan peliputan dan konfirmasi terkait sejumlah informasi dari masyarakat tidak diperkenankan masuk ke lingkungan sekolah, bahkan gerbang sekolah tampak digembok rapat, seolah menolak kehadiran wartawan di lembaga pendidikan negeri tersebut.
Padahal, awak media datang dengan cara baik-baik, memperkenalkan diri, serta membawa identitas resmi dari redaksi. Namun, bukan sambutan atau penjelasan yang diterima, melainkan penolakan dan tindakan penguncian pintu gerbang, yang seolah menunjukkan ketakutan akan keterbukaan informasi.
Tindakan tersebut sontak menuai kecaman dari sejumlah kalangan. Sebab, sekolah negeri merupakan lembaga publik yang dibiayai oleh uang rakyat. Maka sudah seharusnya segala bentuk kegiatan dan penggunaan anggaran di dalamnya terbuka untuk diawasi oleh masyarakat dan media, bukan justru ditutupi.
Menghalangi Pers = Pelanggaran Hukum
Perlu diingat, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers secara tegas menjamin kemerdekaan pers dan hak wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistik.
Dalam Pasal 4 ayat (2) disebutkan:
Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran.
Sedangkan dalam Pasal 18 ayat (1) dinyatakan:
Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan kemerdekaan pers dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.
Artinya, siapa pun—termasuk pihak sekolah negeri—tidak berhak menolak atau menghalangi kerja wartawan yang tengah melaksanakan tugas jurnalistik secara sah.
Tindakan menggembok pintu gerbang dan menolak wartawan masuk ke lingkungan sekolah dapat dikategorikan sebagai upaya menghalangi kerja pers, yang jelas melanggar undang-undang dan mencoreng citra lembaga pendidikan.
Sekolah Negeri Harus Transparan
Selain UU Pers, tindakan ini juga bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), yang menegaskan bahwa setiap lembaga pemerintah, termasuk sekolah negeri, wajib memberikan akses informasi kepada masyarakat.
Pasal 2 ayat (1) UU KIP menegaskan:
Setiap informasi publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap pengguna informasi publik.
Sikap tertutup seperti yang dilakukan pihak SD Negeri 1 Karang Agung menimbulkan tanda tanya besar:
Apa yang sebenarnya ingin ditutupi?
Mengapa lembaga pendidikan yang seharusnya menjadi contoh transparansi justru bertindak seperti lembaga yang alergi terhadap pengawasan publik?
Beberapa warga sekitar yang enggan disebutkan namanya menyayangkan perilaku tersebut.
“Sekolah negeri itu milik rakyat, uangnya dari rakyat. Kalau wartawan datang mau nanya kegiatan atau anggaran, kenapa ditolak? Kan justru bagus biar semua jelas,” ujar salah satu warga.
Media Tak Akan Mundur
Sebagai pilar keempat demokrasi, media memiliki peran penting dalam menjaga transparansi dan mengawasi jalannya pemerintahan serta lembaga publik.
Penolakan dan penguncian gerbang terhadap wartawan tidak akan menyurutkan langkah insan pers untuk mencari kebenaran dan menyampaikan informasi kepada publik.
Tim media berkomitmen untuk terus menelusuri persoalan ini dan akan mengirimkan surat resmi ke Dinas Pendidikan dan Inspektorat Kabupaten Lampung Barat guna meminta klarifikasi dan menegaskan kembali pentingnya keterbukaan informasi di lembaga pendidikan negeri.
Kejadian seperti ini menjadi tamparan keras bagi dunia pendidikan, yang seharusnya mengajarkan kejujuran dan keterbukaan, bukan justru memperlihatkan ketertutupan dan sikap arogan terhadap media. (Dedi SK)









