Gemma Peta Indonesia OTT KPK Di Madina Mempertontokan Komitmen Fee Proyek Ada Walaupun Tidak Tersurat

banner 728x90

Kabarreskrim.net || Sumatera Utara

Penangkapan Kepala Dinas (Kadis) Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Sumatera Utara, Topan Obaja Putra Ginting alias TOP dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK,
mempertontokan Komitmen fee Proyek atau gratifikasi itu memang ada namun tidak tersurat. Peristiwa ini terus menuai reaksi dari berbagai pihak.

Bacaan Lainnya

Disela – sela waktu kumpul keluarga, Puteri Leida Harahap salah satu pentolan dari Organisasi Kemasyarakatan GEMMA PETA INDONESIA, dengan geram menanggapi OTT yang dilakukan KPK di Sumatera Utara. Ia mengungkapkan rasa kekesalannya, bahwa Komitmen Fee Proyek itu selalu ada walaupun tidak tersurat, ini merupakan kesepakatan jahat antara penerima pekerjaan dengan pemberi pekerjaan, dan komitmen Fee Proyek itu patut diduga selalu ada bagian pimpinan tertinggi istilahnya bagian si Bos.

Komitmen Fee Proyek, lanjut Puteri Harahap, merupakan penyuapan ataupun gratifikasi yang dilakukan oleh pihak penerima pekerjaan kepada si pemberi pekerjaan, sebelum pekerjaan di terima maka diakukan kesepakatan jahat untuk menentukan besaran komitmen fee proyek dan siapa saja yang mendapatkan bagian dari komitmen fee proyek tersebut.

“Kita semua sudah dengar keterangan resmi KPK, bahwa proyek jalan Sipingot Paluta sampai Batas Labusel memang sudah direncanakan untuk dikerjakan PT. DNG, Komitmen Fee Proyeknya juga di sampaikan dalam Konperensi Pers KPK, jadi pejabat jangan munafik lah, Komitmen Fee Proyek berbentuk gratifikasi ataupun penyuapan Itu adalah kesepakatan jahat.” Kata Puteri Harahap dengan tegas. Jakarta, Minggu 29 Juni 2025.

Dalam komunikasi dengan awak media melalui Telpon WhatsApp, Puteri juga mengutip keterangan resmi dari KPK bahwa Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Brigjen Pol Asep Guntur Rahayu membeberkan kronologi proyek yang akan ditangani PT. Dalihan Natolu Grup (PT. DNG) atau dengan istilah dilapangan penggiringan proyek.

Konferensi pers KPK yang digelar di Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan pada Sabtu 28 Juni 2025, Asep Guntur Rahayu selaku Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK menjelaskan bahwa proyek ini diawali dari pelaksanaan survey off road di daerah Desa Sipiongot, Kabupaten Padang Lawas Utara (Paluta), Sumut.

“Survey dilakukan pada 22 April 2025, Muhammad Akhirun alias KIR (Dirut PT. DNG) bersama TOP (Kadis PUPR Sumut) dan Rasuli Efendi Siregar alias RES (Kepala UPTD-II Gunung Tua, Dinas PUPR Sumut yang juga Pejabat Pembuat Komitmen atau PPK UPTD-II Gunung Tua, melakukan survey off road di daerah Desa Sipiongot dalam rangka meninjau lokasi proyek pembangunan jalan.” jelas Asep Guntur Rahayu dalam konperensi pers di KPK

Survei itu, lanjut Asep, dalam rangka meninjau lokasi proyek pembangunan jalan yang kabarnya sudah 30-an tahun tidak pernah dibangun. Pelaksanaan survey inilah yang diduga menjadi awal dari proyek yang berakhir dengan korupsi penyuapan atau gratifikasi kepada pejabat negara, dengan istilah Komitmen Fee Proyek.

Proyek ini sudah disiapkan untuk dikerjakan PT. DNG, diduga dengan Komitmen Fee Proyek sekitar 10% sampai 20%.

“Jadi sudah dipersiapkan segala sesuatunya. Dari awal memang PT. DNG ini yang ditunjuk akan menjadi pemenangnya. Selanjutnya KIR bersama dengan RES dan staf UPTD mengatur proses e-katalog sehingga PT. DNG dapat menang proyek pembangunan jalan Sipingot Paluta sampai Batas Labusel.” lanjut Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Brigjen Pol Asep Guntur Rahayu.

Bahwa atas pengaturan proses e-katalog di Dinas PUPR Provinsi Sumut tersebut terdapat pemberian uang dari KIR dan RAY untuk RES. Diduga Uang yang diberikan merupakan perskot atau uang muka dari Komitmen Fee Proyek yang telah disepakati.

“Jadi ada yang diberikan secara langsung, tunai. ada yang diberikan juga melalui transfer. Seperti itu. Nah ini seperti perskot atau uang muka gitu. Seperti itu. Karena ada hitung-hitungannya. Seperti kepala dinas akan diberikan sekitar 4-5 persen dari nilai proyek. Kalau dikira-kira ya dari Rp 231,8 miliar itu 4 persennya sekitar 8 miliaran. Tapi nanti bertahap setelah proyeknya selesai karena pembayarannya pun termin gitu ya, ada termin pembayarannya.” terang Asep.

Puteri leida juga menganalisa kemungkinan adanya keterlibatan Gubernur Sumatera Utara dalam kasus ini, Ia berpendapat bahwa kegiatan satu kepala daerah pasti ada dokumentasi foto audio visual atau video bahkan jejak digitalnya di media, jadi hampir dapat dipastikan survey yang dilakukan pada selasa 22 April 2025 tersebut juga diikuti Gubernur Sumut Bobby Nasution. Karena pada waktu pelaksanaan survey tanggal 22 April 2025, Bobby Nasution juga melakukan peninjauan jalan provinsi dari jalan lintas Kabupaten Labuhanbatu – Padang Lawas Utara (Paluta) hingga Tapanuli Selatan (Tapsel). Survei itu berlangsung dua hari hingga 23 April 2025.

Tidak hanya sampai disitu, Puteri leida juga menyampaikan bahwa KPK bekerjasama dengan PPATK untuk melacak aliran dana 2 milyar milik KIR.
“Rp 231 juta yang disita oleh KPK adalah sisa dari 2 milyar yang di tarik oleh KIR, sekarang pertanyaannya, berani gak KPK mengungkap kasus ini tanpa tebang pilih?” Ungkap Puteri Via Telpon WhatApp kepada awak media.

Diakhir percakapan puteri leida menyampaikan bahwa dalam kasus besar seperti ini selalu timbul rekening pinjaman atau rekening atas nama orang lain yang biasa disebut rekening siluman untuk transaksi elektronik.

“Biasanya pejabat ataupun kepala daerah tidak pernah memakai rekening pribadi, selalu ada rekening pinjaman atau rekening siluman.” tutup puteri leida. (Adi MH)

Pos terkait

banner 728x90