Kabarreskrim.net // Sekayu
Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) mengadakan rapat untuk menindaklanjuti Instruksi Gubernur Sumatera Selatan Nomor 500.18/004/Instruksi/Dishub/2025, di ruang rapat randik kantor Pemkab Muba, Senin(15/12/2025). Instruksi ini secara mutlak menetapkan bahwa seluruh kegiatan angkutan batubara dilarang melintasi jalan umum terhitung mulai tanggal 1 Januari 2026. Rapat yang dipimpin oleh Bupati Muba H.M. Toha Tohet S.H diwakili Asisten Bidang Perekonomian dan Pembangunan, Alva Elan, S.ST., M.PSDA., menegaskan komitmen Pemerintah Daerah untuk menerapkan instruksi tersebut demi memulihkan kerusakan jalan umum dan menekan angka kecelakaan.
Rapat dihadiri Kapolsek Sekayu, Rama Yudha, Kanit Tirjawali Eddyson. Para perwakilan OPD terkait, Perwakilan dari Reskrim Polres dan dari Satuan Lalu Lintas (Lantas) Polres, Seluruh perwakilan perusahaan angkutan batubara , termasuk perwakilan dari PT Marga Bara Jaya dan perwakilan dari PT Artha Ku Prima Energi, serta Perwakilan dari Konsorsium Angkutan Batubara (KAB).
Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub), Musni Wijaya, S.Sos., M.Si., memaparkan bahwa instruksi ini telah menjadi dasar penegakan hukum dan disebarluaskan ke seluruh kabupaten/kota se-Sumatera Selatan. Perusahaan diwajibkan menggunakan jalur khusus atau angkutan kereta api. Namun, perwakilan perusahaan menyampaikan bahwa masa transisi kurang lebih satu tahun dinilai terlalu singkat untuk pembangunan hauling road baru yang memerlukan proses pembebasan lahan yang panjang. Kekhawatiran terbesar datang dari perusahaan-perusahaan kecil yang tidak memiliki modal besar untuk membangun jalur sendiri.
Dalam menyikapi hal ini, Kadishub menawarkan skema kolaborasi, yaitu penggunaan bersama jalur khusus (shared facility) atau memanfaatkan fasilitas kereta api. PT Marga Bara Jaya, sebagai salah satu perusahaan yang telah mengoperasikan hauling road sejak tahun 2023, menyatakan kesediaannya untuk skema sharing. Namun, perwakilan perusahaan tersebut juga mencatat bahwa jalur mereka hanya mampu menampung maksimal 2.000 unit truk per hari, sementara total angkutan yang masih di jalan umum mencapai lebih dari 5.000 unit, menyisakan selisih sekitar 3.000 unit yang belum terfasilitasi.
Poin krusial yang muncul dalam rapat adalah masalah biaya sewa jalur khusus. Konsorsium Angkutan Batubara (KAB) mengeluhkan bahwa biaya sewa yang ditawarkan oleh PT Marga Bara Jaya saat ini terlalu tinggi, yang dikhawatirkan akan membuat biaya operasional membengkak dan harga jual batubara menjadi tidak kompetitif. KAB secara resmi memohon agar Pemerintah Kabupaten bertindak sebagai fasilitator atau mediator untuk mencapai kesepakatan harga yang adil.
Menyikapi kebuntuan ini, Pemerintah Kabupaten Muba, melalui Kadishub, menyimpulkan bahwa Dinas Perhubungan akan segera memfasilitasi negosiasi khusus antara KAB dan PT Marga Bara Jaya. Bahkan, disepakati opsi terakhir: jika negosiasi gagal, Pemerintah Kabupaten akan mengajukan usulan penetapan tarif batas atas (ceiling price) kepada Gubernur. Opsi ini, meskipun ditentang oleh perusahaan kompetitor seperti PT Artha Ku Prima Energi karena dianggap merusak iklim investasi dan intervensi harga, ditegaskan oleh Kadishub sebagai jaminan terakhir untuk memastikan seluruh angkutan batubara mematuhi instruksi tepat waktu.
Dari sisi penegakan hukum, perwakilan Satuan Lalu Lintas Polres menegaskan akan memperketat pengawasan pada masa transisi hingga 31 Desember 2025, dengan fokus penindakan pada pelanggaran over dimension and over loading (ODOL), jam operasional, dan kelengkapan dokumen. Setelah 1 Januari 2026, penindakan akan mutlak, di mana semua truk angkutan batubara di jalan umum akan langsung ditilang dan ditahan.
Sementara itu, Dinas PUPR menyambut baik instruksi ini, berharap beban biaya perbaikan jalan yang meningkat lebih dari 50% dalam tiga tahun terakhir dapat dikurangi. PUPR juga menekankan agar pembangunan jalur khusus baru harus memenuhi standar teknis dan perizinan yang lengkap, serta tidak merusak infrastruktur desa atau irigasi.
Asisten Bidang Perekonomian dan Pembangunan, Alva Elan, menutup rapat dengan meminta semua perusahaan kooperatif dan segera mengambil langkah konkret, memperingatkan bahwa perusahaan yang menghambat proses mediasi dapat direkomendasikan sanksi administratif kepada Gubernur. (Enismiyana)









