Kabarreskrim.net // Metro
Untuk diketahui. Honorer Non Database adalah honorer korban sistem. Statusnya tidak masuk dalam pendataan Database tahun 2022 dan/atau tidak mendaftar PPPK pada tahun 2024. Karena dua tahun tersebut merupakan momentum untuk masuk usulan PPPK Paruh Waktu.
Terdapat ketidakadilan sistem yang menjebak, bahwasanya walau honorer sudah mengabdi belasan tahun bisa tidak diusulkan PPPK Paruh Waktu jika tahun 2024 memilih mendaftar CPNS kemudian meskipun tahun 2022 sudah input Database bisa tidak diusulkan Paruh Waktu jika Pemerintah Daerah enggan mengusulkan, yang usulannya berlangsung tahun 2025 ini. Nihilnya sosialisasi menjebak para honorer dalam menentukan pilihan.
Di Kota Metro, Lampung sendiri ada 540 Honorer Non Database dengan SK Wali Kota. Dan di luar 540 itu ada ratusan Honorer Non Database Tenaga BLUD dan Tenaga Pendidikan yang nasibnya malang tak diusulkan PPPK Paruh Waktu. Mirisnya selain tak diusulkan PPPK Paruh Waktu, kini nasib kerjanya di ujung tanduk antara masih kerja atau dirumahkan.
Sebelumnya, aksi Damai 16 September 2025 yang lalu membuka harapan cerah akan status pekerjaan di tahun berikutnya. Karena dalam Aksi Damai tersebut Wali Kota Metro, H. Bambang Iman Santoso, menjamin tidak akan merumahkan ratusan honorer satupun. Hal tersebut kemudian dituangkan dalam surat kesepakatan yang ditandatangani oleh Wali Kota, Wakil Wali Kota, Ketua DPRD Metro, dan beberapa anggota DPRD Metro yang dibubuhi materai dan disaksikan langsung oleh ratusan peserta dan media massa.
Di sisi lain, mungkin Pemerintah Kota Metro mempertimbangkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 yang menyebutkan tidak ada lagi pengangkatan Non ASN. Namun kenyataannya, di sejumlah daerah di Indonesia yang masih mengedepankan kepedulian, honorer kembali dipekerjakan dengan alternatif lain, diangkat sebagai tenaga Outsourcing atau sejenisnya, agar honorer tak kehilangan pekerjaan dan tak menabrak aturan.
Diketahui hingga akhir tahun 2025 ini, ratusan honorer melalui Forum Honorer Non Database Kota Metro, terus berupaya memperjuangkan nasibnya. Berbagai upaya sudah dilakukan, terakhir mengirimkan surat audiensi kepada Wali Kota Metro, pada tanggal 25 November lalu, namun hingga kini belum mendapatkan jawaban ataupun dijadwalkan.
Ratusan Honorer Non Database Kota Metro pun setuju jika ke depan, statusnya diubah jadi Outsourcing atau sebutan lainnya.
“Persoalannya bukan status honorernya, tetapi kawan-kawan takut kehilangan pekerjaan, di satu sisi sulitnya mencari lapangan pekerjaan di Kota Metro ini. Dan jika pun kawan-kawan honorer mau bekerja di luar pemerintahan, ada tahapan yang harus dilalui tidak bisa instan, sedangkan di saat bersamaan ada keluarga di rumah yang harus dinafkahi,” kata Raden Yusuf selalu Ketua Forum Honorer Non Database Kota Metro, Selasa 23 Desember 2025.
Status PPPK Paruh Waktu, tidak diusulkan karena daftar CPNS padahal sosialisasi nihil.
Nihilnya sosialisasi membuat honorer di Kota Metro terjebak karena mendaftar CPNS, sehingga otomatis tidak bisa diusulkan sebagai PPPK Paruh Waktu. Parahnya ada ratusan Tenaga BLUD RSUD Ahmad Yani dengan pengabdian belasan tahun pun tak dipertimbangkan oleh Pemkot Metro untuk diusulkan Paruh Waktu, padahal tahun 2022 sudah melakukan pendataan database. Namun kenyataannya, ada yang diusulkan juga meskipun pengabdiannya baru hitungan beberapa tahun.
Upaya perjuangan terus dilakukan sampai ke pusat. 18 September yang lalu Forum Honorer Non Database berupaya beraudiensi dengan KemenPANRB dan BKN RI. Dengan delegasi dari THL 449, 91, Tenaga BLUD dan Tenaga Pendidikan, di KemenPANRB dan BKN RI. Tujuannya untuk memastikan akankah masih ada peluang usulan baru Tenaga PPPK Paruh Waktu bagi Honorer Non Database dan memperjelas status kerja tahun berikutnya.
“Atas audiensi tersebut, yang saya dapat dari KemenPAN RB, sepertinya tidak membuka usulan kembali untuk Tenaga PPPK Paruh Waktu bagi honorer Non Database. Namun di lain sisi, mereka juga mengimbau agar Pemerintah Daerah tidak merumahkan honorer,” kata Raden Yusuf.
Pernyataan bahwa KemenPAN RB meminta untuk tidak merumahkan tersebut dikuatkan dengan Surat KemenPAN RB Nomor B/5645/SM.01.00/25 tanggal 25 November 2025. Dengan keterangan di akhir surat pada nomor 2 sebagai berikut, Pemerintah Daerah agar mendukung kebijakan dimaksud dan dapat memberikan solusi penyelesaian di internal masing-masing sesuai peraturan perundang-undangan sekaligus menjelaskan lebih lanjut kepada pihak-pihak yang masih menyampaikan aspirasi penyelesaian penataan pegawai Non ASN.
Raden Yusuf juga mengemukakan di berbagai daerah menggunakan surat KemenPANRB tersebut, sebagai salah satu dasar hukum untuk mempekerjakan kembali honorer melalui skema Outsourcing atau sejenisnya. Sebagai contoh di Jogja mereka kembali mengangkat honorer dengan status Jasa Lainnya Perseorangan (JLOP) atau Lampung Tengah dengan sebutan Penyedia Jasa Lainnya Perseorangan (PJLP) atau Outsourcing.
Menurut Raden Yusuf, info terbaru yang didapatkan dari kategori Honorer Non Database yang ada, status kerja masih aman bagi Tenaga BLUD ataupun Tenaga Pendidikan, meskipun nasibnya kurang beruntung karena tidak diusulkan menjadi PPPK Paruh Waktu.
“Terhadap Non Database Tenaga BLUD dan Tenaga Pendidikan tidak perlu khawatir, karena status kerjanya tahun depan masih aman, ada aturan yang mengikatnya. Saya imbau kawan-kawan tetap semangat walaupun peluang masuk PPPK Paruh Waktu sepertinya sudah ditutup oleh pusat,” katanya.
Forum juga mendorong Pemerintah Kota Metro untuk segera mengeluarkan imbauan atau pengumuman terkait Tenaga BLUD dan Tenaga Pendidikan, agar lebih tenang dalam menjalankan tugas pada layanan pemerintahan.
Di luar Tenaga BLUD dan Tenaga Pendidikan tersebut, saat ini honorer Non Database dengan rentan waktu pengabdian berbeda-beda sangat berharap dipekerjakan kembali atau menunggu kejelasan dari Pemerintah Kota Metro terkait nasibnya di tahun depan, mengingat hanya hitungan hari lagi tahun 2026.
Anggaran honorer tidak dianggarkan kembali pada APBD tahun 2026, padahal anggarannya setiap tahun ada.
Anggaran honorer bagi 540 Honorer Non Database di Kota Metro per tahun mencapai sekitar Rp 7 Miliar, tidak sampai 1 persen APBD Kota Metro yang secara global sebesar sekitar Rp 1 triliun, walaupun terdampak efisiensi mencapai Rp 161 Miliar pada tahun 2026, sangat disayangkan jika anggaran honorer yang dialihkan ke hal konsumtif, sedangkan ada keluarga yang menggantungkan hidupnya dari situ honorer. Alasan ambang batas belanja pegawai bukan menjadi persoalan, karena honorer ataupun Outsourcing pada struktur APBD dibayarkan melalui belanja Barang dan Jasa bukan Belanja Pegawai.
Dukungan dari DPRD Metro untuk mengangkat kembali honorer melalui skema Outsourcing juga mengalir, karena anggaran yang ada sebelumnya sangat tidak elok jika dialihkan ke hal lain tapi mengorbankan nasib ratusan keluarga yang menggantungkan hidupnya dari honorer.
Di satu sisi, Pemerintah Kota Metro juga harus bijak menyikapi masalah hukum terkait pengangkatan honorer yang saat ini bergulir di Polda Lampung. Honorer yang ada, tak bisa serta merta digeneralisir seluruhnya, karena mereka memiliki masa pengabdian berbeda-beda. Dan adanya honorer yang gajinya tertunda beberapa bulan di tahun 2025 ini sangat janggal jika tidak dibayarkan, padahal belum ada keputusan hukum yang mengikat alias belum inkracht.
Kini publik kembali bertanya, apa langkah yang akan diambil oleh Wali Kota Metro, H. Bambang Iman Santoso, karena sebelumnya dia juga yang menjanjikan tidak akan merumahkan seluruh honorer. Selain itu janji kampanyenya kepada rakyat Metro dahulu, ada 13 Prioritas, yang pada Nomor 3 adalah “Kesejahteraan ASN dan Honorer”.
Anggaran honorer dialihkan, pintu masuk KPK seperti di Kabupaten Lampung Tengah.
Jangan sampai anggaran honorer yang kurang lebih sebesar Rp 7 Miliar menyita perhatian publik lebih luas karena dialihkan ke belanja tertentu. Politik anggaran yang tidak berpihak kepada honorer, justru dikhawatirkan menjadi pintu masuk tersendiri bagi aparat penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Karena perintah dari Pemerintah Pusat sangat jelas, menciptakan lapangan kerja, mengentaskan pengangguran dan melarang merumahkan para honorer.
Jika melihat kabupaten tetangga, sebelum ditangkap KPK, Bupati Lampung Tengah, Ardito Wijaya menerbitkan surat terkait larangan mengangkat kembali honorer dengan Nomor : 800.1.2/2012/B.a.VII.04/2025. Usai menerbitkan surat larangan tersebut, bak kebakaran jenggot, alih alih menimpali surat tersebut tiba-tiba saja Lampung Tengah kembali menerbitkan Surat Pengangkatan Outsourcing dengan Nomor : 800.1.2./2031/B.a.VII/04/2025.
Publik melihat, publik menilai, honorer Non Database Kota Metro pun berdoa tidak dirumahkan, seraya meminta kemurahan hati Wali Kota Metro, H. Bambang Iman Santoso. (Rudiyatmoko)









