Kabarreskrim.net // Lebong
Di duga cacat hukum kasus perkara terlapor pengrusakan dan penyegelan pintu ruang kerja Utama Bupati Lebong yang di lakukan oleh pendemo beberapa waktu lalu di pertanyakan Anshori,SH sebagai penasehat hukum pelapor. Kepada media Humas polri 2/11/2025 Anshori menyampaikan bahwa Kepolisian Resort (Polres) Lebong melalui Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) telah mengeluarkan surat perintah penghentian Penyelidikan (SP3) atas laporan yang di sampaikan kliennya ke polres Lebong, surat dengan nomor : SPPP/Henti.Lidik/18/IX/RES.1.10./2025/Reskrim, tanggal 19 September 2025 telah di terima klien nya.
Di sampaikan Anshori laporan kliennya yang di terima penyidik polres Lebong dengan nomor : LP/B/21/II/2025/SPKT/Polres Lebong/Polda Bengkulu , tanggal 27 Februari 2025 dan telah di respon penyidik Polres Lebong dengan keluarnya surat penyelidikan dengan nomor : SP.Lidik/38/III/RES.1.10./2025/Reskrim, tanggal 4 Maret 2025, menurut Anshori pihak penyidik sudah melakukan gelar perkara terhadap kasus yang di laporkan tersebut namun secara tiba tiba polres Lebong melalui kasat Reskrim menghentikan penyelidikan, ditambahkan Anshori saat di konfirmasi ke pihak penyidik hal tersebut di dasari adanya pernyataan pihak ahli pidana yang di hadirkan oleh penyidik yang menyatakan bahwa kasus yang di laporkan pelapor belum memenuhi unsur pidana.
Masih menurut Anshori ini jelas menimbulkan berbagai kecurigaan dan kejanggalan didasari pada saat di adakan gelar perkara saksi terlapor dan pelapor tidak pernah di hadirkan dan di informasikan, kemudian di tambah pernyataan saksi ahli pidana yang di hadirkan pihak penyidik tidak di informasikan ke pelapor sehingga pihak nya menduga ada permainan yang di lakukan oleh pihak penyidik.
“Kasus yang di laporkan klien kami sudah memenuhi unsur laporan kepada penyidik , diantaranya kami menghadirkan alat bukti berupa photo vidio dan saksi atas perbuatan terlapor , namun hal tersebut bisa terbantahkan hanya dengan pernyataan saksi ahli pidana yang di siapkan penyidik polres Lebong yang sampai hari ini kami tidak pernah bertemu bahkan mendengar serta membaca pernyataan ahli pidana tersebut,” Ungkap Anshori,SH.
Dengan kejadian ini menggambarkan betapa buruknya kinerja kepolisian dan semakin memperburuk citra kepolisian Polres Lebong terutama bagian Reskrim Polres Lebong imbuh Anshori dengan nada pesimis.
“Saya berharap Kapolres Lebong segera melakukan evaluasi besar besaran terhadap kinerja jajaran di bawahnya untuk memperbaiki performa kinerja polisi di mata masyarakat,” pungkas Anshori.
Sementara itu di tempat terpisah ketua Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) Cabang Bengkulu Drs Yuharuddin,M.SI menanggapi kasus yang sedang terjadi di wilayah hukum Polres Lebong terutama tentang SP3 yang di dipermasalahakan oleh salah seorang PH Pelapor, menurut Yuharuddin pendapat secara pribadi hal tersebut masih bisa di perdebatkan dan memungkinkan untuk di kaji ulang , terkait dari sisi administrasi proses SP3 tersebut , Karena dari keterangan PH pelapor pada saat proses olah tempat kejadian perkara (TKP) pihak pelapor dan terlapor tidak di hadirkan tentu ini menurut pandangannya ada unsur cacat hukum administrasi hal ini yang di maksud dengan Cacat hukum administrasi dalam sebuah perkara penyelidikan adalah kesalahan atau kekurangan dalam proses administratif yang dapat mempengaruhi keabsahan atau prosedur penyelidikan dan lain lain.
Cacat hukum administrasi dapat menyebabkan proses penyelidikan menjadi tidak sah atau bahkan dapat membatalkan hasil penyelidikan, meskipun menurut Yuharuddin penyidik punya kajian tersendiri mengapa hal tersebut tidak di lakukan.
“Memang ada baiknya saat olah TKP saksi pelapor dan terlapor di hadirkan hal ini dalam rangka menjada akuntabilitas penyidik dalam menangani sebuah perkara dan dalam rangka transparansi informasi ke publik,” Ungkap Yuharuddin. (Temmy)









