Pelaku Penganiaya Jaksa Dan ASN Dari Kejari Deli Serdang Terungkap Kerja Keras Subdit III Ditreskrimum Polda Sumut

banner 728x90

Kabarreskrim.net // Medan

Peristiwa Penganiayaan terhadap Jaksa dan ASN dari Kejari Deli Serdang di Area Lahan Perkebunan Sawit, Desa Parbahingan, Kecamatan Kotarih, Kabupaten Serdang Bedagai, Sabtu (24/05/2025), berhasil diungkap dan diamalkan para Pelakunya, dalam waktu kurang dari 10 Jam, oleh Subdit III Ditreskrimum Polda Sumut, dipimpin Kasubdit III, Kompol. Jama. K. Purba, SH., MH., dan Tim Jatrantras diapresiasi.

Bacaan Lainnya

“Kerja keras ini tidak terlepas dari direktif kerja cerdas Kapolda Sumut, Irjen Pol. Wishnu Hermawan Februanto dan Wakapolda Sumut, Brigjen. Pol. Rony Samtana,” ujar Dr. Alpi Sahari, SH. M.Hum, Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Rabu (28/05/2025).

“Kejadian dan pengungkapan para Pelaku ini menjadi perhatian Nasional setelah Presiden RI mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 Tahun 2025, tentang Perlindungan Negara terhadap Jaksa dalam melaksanakan tugas dan fungsi Kejaksaan Republik Indonesia. Perpers ini lahir setelah adanya persoalan pengamanan oleh TNI AD terhadap seluruh Kantor Kejaksaan mulai Kejagung, Kejati dan Kejari,” ujarnya.

Dr Alpi menerangkan, di dalam hukum pidana untuk memfaktakan adanya suatu peristiwa yang dikualifikasi sebagai tindak pidana tentunya tidak dapat dipisahkan dari locus delicti dan tempus delicti yang dalam peristiwa penganiayaan terjadi pada hari Sabtu, dan berada di lahan perkebunan Kabupaten Serdang Bedagai.

Korban Penganiayaan itu, Seorang Jaksa dan ASN dari Kejari Deli Serdang, tentunya berkolerasi atau menimbulkan persepsi memaknai frasa melaksanakan tugas dan fungsi Kejaksaan Republik Indonesia, sebagaimana dimaksud dalam Perpers dimaksud.

“Artinya, tidak serta merta mengeneralisir peristiwa penganiayaan disebabkan karena tugas dan fungsi jabatan korban, yang diurai dari motif Pelaku melakukan penganiayaan. Walaupun motif bukan merupakan bestandel delict, dan hanya merupakan element bukan delict dalam pembuktian unsur perbuatan pidana, namun dapat dijadikan sebagai dasar penguatan Perpres atau tidak memiliki keterkaitan sama sekali dengan Perpers dimaksud,” terangnya.

Lebih lanjut Dr. Alpi mengatakan, untuk menyatakan seseorang itu telah melakukan suatu perbuatan pidana dan orang itu dapat mempertanggung jawabkan pidana tersebut mensyaratkan adanya kesalahan. Motif dapat dimaknai sebagai dorongan, latar belakang seseorang melakukan sesuatu. Sesudah motif ada yang namanya kehendak atau kemauan untuk melakukan perbuatan tersebut, artinya ada perbedaan antara motif dan kehendak itu.

Di samping itu harus dipahami, salah satu bentuk kesalahan itu kesengajaan. Yang disyaratkan kesengajaan itu ialah willes end witten yang sama sekali unsur kesengajaan tidak memasukkan motif sebagai syarat dari kesengajaan dalam pemenuhan unsur delik.

“Selanjutnya kesalahan dapat dimaknai sebagai kesalahan deskriptif normatif yang diajarkan oleh Pompe yang menjelaskan kesalahan itu pada hakikatnya adalah norma varkreding yakni pelanggaran norma.

Mulyatno melepaskan kesalahan secara psikologis. Ini pertama kali dikatakan dalam pidato pengukuhan Mulyatno sebagai guru besar hukum pidana dalam acara diesnatalis Universitas Gajah Mada (UGM) pada tanggal 19 Desember 1955 silam. Sejak itu merubah praktek hukum di Indonesia maupun dari segi teoritik, karena deskriptif normatif itu hanya ketika suatu perbuatan memenuhi unsur delik dan perbuatan itu yang dimaksudkan oleh undang-undang pembentuk undang-undang,” ungkapnya.

“Deskriptif normatif meletakkan motif itu di luar persoalan perbuatan pidana, namun motif dapat menandakan Pelaku melakukan perbuatan pidana. Dalam ajaran kesalahan secara psikologis tentang motif itu sebagai sesuatu yang berada diluar perbuatan pidana.

Motif itu dipakai sebagai hal yang meringankan atau memberatkan. Motif itu bukan suatu elemen dari perbuatan pidana, sehingga pengungkapan motif tidak menjadi prasyarat, karena bukan suatu elemen dari perbuatan pidana” tambahnya.

Menurut Dr Alpi, terungkapnya identitas para Pelaku Penganiayaan Jaksa dan ASN Kejaksaan Deli Serdang, disertai penangkapan para Pelaku kurang dari 10 Jam, membuka tabir efektifitas Perpres yang didasarkan teknis yuridis begrefen, dan algemene begrefen, dengan pondasi landasan konstitusional fungsi Kamtibmas, dan Kamdagri, serta Pro Justisia di dalam KUHAP.

Prefesionalisme Polri telah teruji secara akuntabel dan transparan ditengah konsekuensi sebagai institusi prime mover (ditengah-tengah masyarakat) sebagaimana tugas dan fungsinya dibidang penegakan hukum, pelayan, pelindung, dan pengayom Masyarakat, yang tentunya sangat rentan dengan kritik Masyarakat.

“Terima kasih kepada Kapolda Sumut, Wakapolda Sumut, dan Subdit III Jatrantras Ditreskrimum Polda Sumut atas kerja keras dan cerdas berkelanjutan menguatkan kepercayaan Masyarakat,” tandasnya. (Dharma)

Pos terkait

banner 728x90