Kabarreskrim.net // Sumbar
Di balik gemericik air sungai dan hijaunya lembah Sumatera Barat, tersimpan kisah panjang tentang emas—logam mulia yang tak hanya berkilau secara fisik, tapi juga menyimpan harapan hidup bagi ribuan masyarakat di pedalaman Minangkabau.
Dari Limapuluh Kota, Pasaman, Solok, Sijunjung, hingga Dharmasraya, nama-nama daerah itu kini kembali menjadi perbincangan. Bukan karena wisata atau kulinernya, melainkan karena potensi emas yang selama ini “tidur” di dasar sungai dan perbukitan.
Emas yang Bukan Sekadar Warisan Gunung Api
Banyak orang mengira emas hanya ditemukan di sekitar gunung api aktif. Padahal, di Sumatera Barat, logam mulia itu justru lahir dari proses geologi purba jutaan tahun lalu — ketika dua lempeng besar dunia, Indo-Australia dan Eurasia, saling bertemu dan menekan daratan Sumatera hingga membentuk Pegunungan Bukit Barisan.
Di masa itulah, sistem panas bumi purba membawa mineral berharga seperti emas, perak, dan tembaga ke celah-celah batuan. Seiring waktu, batuan tersebut mengalami erosi oleh hujan dan sungai yang deras, hingga butiran emasnya hanyut dan mengendap di dasar sungai.
Maka, jangan heran bila sungai-sungai di Pasaman Barat, Sijunjung, Dharmasraya, dan Solok Selatan menjadi ladang berburu emas bagi masyarakat lokal — bukan hasil dari aktivitas vulkanik, tetapi anugerah alam dari sejarah bumi yang panjang.
Tambang Rakyat: Di Antara Harapan dan Larangan
Bagi banyak warga pedalaman, menambang emas di sungai bukan sekadar mencari kekayaan, tapi menjemput rezeki dari tanah sendiri.
Dengan alat sederhana, ember, dulang, dan keuletan turun-temurun, mereka mencari serpihan emas yang terbawa air sungai.
Namun, di balik itu, ada persoalan hukum yang belum terselesaikan. Banyak tambang rakyat masih dianggap ilegal karena belum memiliki izin resmi. Padahal, mereka bukan penambang korporasi besar yang merusak lingkungan, melainkan masyarakat kecil yang menggantungkan hidup dari alam.
“Kalau pemerintah memberi izin tambang rakyat secara legal dan terarah, kami bisa bekerja tenang, lingkungan pun bisa dijaga,” kata Pul salah seorang penambang tradisional di Balun Solok Selatan.
Peluang untuk Legalitas dan Keberlanjutan
Para pakar geologi menilai, Sumatera Barat memiliki potensi emas aluvial besar yang dapat dikelola dengan sistem tambang rakyat berbasis lingkungan (eco-mining).
Jika dikelola secara legal dan diawasi pemerintah, aktivitas ini justru bisa memberi pemasukan daerah, lapangan kerja, serta perlindungan terhadap alam.
“Tambang rakyat perlu dilegalkan, bukan dimatikan. Pemerintah bisa membuat zona tambang rakyat yang aman, diatur secara profesional, dan ramah lingkungan,” ujar Dr. Deni Arif, pakar geologi Universitas Andalas.
Dari Warisan Alam Menuju Warisan Ekonomi
Kini, wacana membuka peluang penambangan emas rakyat secara legal dan berkelanjutan menjadi sangat relevan. Potensi alam Sumatera Barat terlalu besar untuk dibiarkan tanpa arah, namun terlalu berharga jika dikelola tanpa aturan.
Dengan pendekatan yang bijak, pemerintah daerah bersama kementerian terkait bisa menciptakan model tambang rakyat modern — di mana masyarakat dilibatkan, alam dilindungi, dan ekonomi daerah tumbuh.
Sebab, di balik kilauan butiran emas itu, tersimpan harapan jutaan rakyat kecil yang ingin hidup layak dari tanah mereka sendiri.
🟡 Tagline Penutup:
“Emas Sumatera Barat bukan sekadar warisan bumi, tapi harapan hidup rakyat. Saatnya pemerintah melihatnya sebagai peluang, bukan pelanggaran. (Edg)









