Mahyeldi Mendesak Status Bencana Nasional Sumatra Barat Dalam Kepungan Banjir Terburuk dalam Satu Dekade

banner 728x90

Kabarreskrim.net // Sumbar

Gelombang air berlumpur masih tampak mengalir pelan di antara puing-puing rumah di Nagari Salareh Aia Timur ketika sejumlah prajurit Batalyon TP 897/Singalang menandu jenazah seorang warga yang ditemukan pagi itu. Bau tanah basah bercampur serpihan kayu memenuhi udara, sementara hujan tipis tak kunjung reda, seakan enggan memberi jeda kepada warga yang sejak pekan lalu dihantam bencana besar.

Bacaan Lainnya

Di tengah situasi itu, Gubernur Sumatra Barat, Mahyeldi Ansharullah, mengeluarkan seruan yang semakin lama terdengar seperti desakan mendesak kepada pemerintah pusat: menetapkan banjir dan longsor yang melanda Sumatra sebagai bencana nasional.

“Kerusakan yang terjadi sudah meluas. Infrastruktur terputus, ribuan rumah hanyut, dan masyarakat kehilangan tempat tinggal,” ujar Mahyeldi, seperti dilaporkan Jurnalis Kompas TV, Senin (1/12/2025).

Gubernur dari PKS itu meminta DPD RI untuk ikut mendorong pemerintah pusat mengeluarkan status darurat nasional—sebuah langkah yang menurutnya kini tidak lagi bisa ditunda.

“Kepada DPD RI agar mendorong bagaimana bencana ini ditetapkan menjadi bencana nasional,” kata Mahyeldi.

Air Bersih Terputus, PDAM Lumpuh, Warga Mengantre Galon
Krisis terbesar yang kini dialami warga bukan lagi sekadar evakuasi: air bersih hilang dari kehidupan sehari-hari. Pipa-pipa PDAM rusak diterjang arus, stasiun pompa tergenang lumpur, dan ribuan warga harus bertahan dengan air kiriman mobil tangki.

“Masih agak berat sekarang air minum, air bersih. PDAM kita belum berfungsi secara maksimal,” ungkap Mahyeldi.

Di banyak titik pengungsian, antrean galon tampak mengular. Warga, dengan wajah lelah dan pakaian yang belum sempat diganti sejak hari pertama bencana, menanti giliran tak pasti.

Korban Berjatuhan, Puluhan Masih Hilang
Berdasarkan laporan Pusdatin BNPB per Selasa (2/12), 165 orang meninggal dunia, 112 luka-luka, dan 114 lainnya masih hilang. Angka ini berpotensi bertambah mengingat banyak daerah terisolasi dan belum bisa dijangkau tim evakuasi.

Total, 15 kabupaten terdampak, dengan 219 ribu warga mengalami dampak langsung dan hampir 42 ribu orang mengungsi.

Rumah-rumah tersapu arus, jembatan terputus, hingga lahan pertanian yang selama ini menjadi tumpuan ekonomi ikut rata oleh banjir. Dalam satu pekan, ekonomi lokal seolah berhenti berdenyut—pasar tradisional tak beroperasi, ribuan pedagang kecil kehilangan tempat mencari nafkah.

Pemerintah Pusat Turut Turun, tetapi Status Nasional Belum Ditetapkan
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyampaikan bahwa meski status bencana nasional belum ditetapkan, penanganannya sudah setara dengan bencana berskala nasional. Pemerintah pusat, kata Tito, sudah turun sejak hari pertama, mengerahkan satuan TNI-Polri, BPBD lintas provinsi, hingga alat berat dari kementerian terkait.

Beberapa pihak menilai status nasional diperlukan untuk mempercepat mobilisasi anggaran dan bantuan internasional. Namun sebagian lain menilai bahwa langkah-langkah penanganan yang ada sudah berjalan pada skala cukup besar.

Sumatra Barat Menunggu Keputusan
Hingga kini, warga yang tinggal di daerah terdampak hanya bisa menunggu—di tenda pengungsian, di bangunan sekolah yang dialihfungsikan, atau di rumah-rumah saudara yang masih selamat. Hujan yang tak kunjung berhenti menambah kecemasan akan potensi longsor susulan.

Desakan Mahyeldi bukan sekadar permintaan administratif. Itu adalah suara dari provinsi yang tengah berjuang di garis depan bencana—provinsi yang hari ini, untuk kesekian kalinya, harus berdiri melawan amukan alam. (Edg)

Pos terkait

banner 728x90