Kabarreskrim.net // Sidomulyo
Keprihatinan atas maraknya kekerasan terhadap perempuan dan anak kembali menggugah perhatian publik. Bertempat di Gedung Serba Guna Betik Hati, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Lampung Selatan menggelar kegiatan Koordinasi dan Kerjasama Lintas Sektor dalam Pencegahan Kekerasan terhadap Perempuan, Anak, Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH), dan Perkawinan Anak, Selasa (22/7).
Kegiatan ini dibuka langsung oleh Kepala DP3A Lampung Selatan, dr. Nessi Yunita, yang menekankan pentingnya kolaborasi antar lembaga dalam menekan angka kekerasan yang kian mengkhawatirkan.
Kasus Kekerasan Meningkat Tajam
Dalam laporannya, Acam Suyana, Kepala UPTD PPA, mengungkapkan bahwa sejak Januari hingga Juli 2025, pihaknya telah menangani 38 kasus kekerasan, yang terdiri dari 12 kasus terhadap perempuan dan 26 kasus terhadap anak. Selain itu, tercatat 41 permohonan dispensasi perkawinan anak, sebuah angka yang menunjukkan perlunya tindakan preventif yang lebih kuat dan merata.
“Kasus yang kami terima mencakup kekerasan fisik, pelecehan seksual, KDRT, hingga pembunuhan. Sementara pada anak, bentuk kekerasan yang terjadi antara lain pencabulan, persetubuhan, dan penelantaran,” ujar Acam.
Peraturan Harus Ditegakkan, Tim Harus Dibentuk
Toni Fisher, Ketua Lembaga Pemerhati Hak Perempuan dan Anak (LPHPA) Provinsi Lampung, menekankan pentingnya kepatuhan terhadap regulasi yang telah ada. Ia mengingatkan bahwa pelaku ataupun pihak yang memfasilitasi perkawinan anak dapat dijerat sanksi pidana berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Anak.
Dalam paparannya, Toni menjelaskan implementasi Peraturan Pemerintah (PP) No. 78 Tahun 2021 Pasal 4, yang mewajibkan pemerintah daerah untuk menyusun kebijakan, membangun program, dan menyediakan layanan pencegahan serta penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak secara menyeluruh, terstruktur, dan berkelanjutan, termasuk sampai ke tingkat desa dan sekolah.
Lebih jauh, ia juga menyoroti PP No. 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Masyarakat dalam Pencegahan dan Penanganan Kekerasan terhadap Anak. “Peraturan ini membuka ruang luas bagi masyarakat sipil, tokoh agama, lembaga pendidikan, hingga media untuk ambil bagian aktif dalam upaya perlindungan anak,” tegasnya.
Ia mendorong agar setiap desa dan sekolah segera membentuk Tim Perlindungan Anak sebagai langkah nyata yang dapat memperkuat deteksi dini, pendampingan, dan pelaporan kasus kekerasan.
Aparat dan Masyarakat Harus Satu Suara
Dalam kegiatan tersebut, para peserta juga diajak membedah kasus-kasus nyata: mulai dari kronologi kejadian, dampak fisik dan psikologis korban, proses pelaporan, hingga pendekatan hukum. Iptu Rudi Yuwono, Kanit PPA Polres Lampung Selatan, hadir sebagai narasumber utama dalam sesi ini.
“Kesadaran untuk melaporkan dan tidak menyelesaikan kasus secara kekeluargaan sangat penting. Keadilan untuk korban hanya bisa ditegakkan jika kita semua sepakat bahwa kekerasan bukan aib yang disembunyikan, tapi kejahatan yang harus diadili,” ungkap Iptu Rudi.
Seruan Kepedulian dari Camat
Sementara itu, Frans Sinata Agung, Plt. Camat Sidomulyo, mengajak seluruh unsur pemerintahan dan masyarakat agar lebih peka dan peduli terhadap lingkungan sekitar. “Kita tidak bisa lagi menutup mata. Kasus-kasus ini terjadi dekat dengan kita. Mari buka ruang diskusi, jadikan sekolah dan desa sebagai tempat aman bagi anak dan perempuan,” serunya.
Dengan semangat kolaborasi lintas sektor, kegiatan ini menjadi tonggak penting dalam memperkuat sistem perlindungan perempuan dan anak, sekaligus mendorong langkah-langkah konkret berbasis regulasi yang sudah tersedia.
“Karena melindungi perempuan dan anak bukan hanya urusan hukum, tapi panggilan hati dan tanggung jawab bersama,”. (A.M)