Kabarreskrim.net // Pelalawan
Aktivitas pertambangan mineral bukan logam, jenis tanah urug (galian C) secara ilegal terus berlangsung secara terang-terangan di wilayah SP6, Desa Makmur, Kecamatan Pangkalan Kerinci, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau. Sabtu (10/5/2025).
Ironisnya, hingga hari ini belum terlihat tindakan tegas dari aparat penegak hukum (APH) maupun Dinas Lingkungan Hidup (DLH) setempat. Praktik ini semakin membuat publik geram dan mempertanyakan keberpihakan pemerintah terhadap hukum dan kelestarian lingkungan.
Diduga kuat, para pelaku usaha pertambangan tersebut tidak mengantongi izin resmi dari pemerintah. Mulai dari izin lingkungan, hingga izin usaha pertambangan, bahkan izin persetujuan akhir yang diatur dalam regulasi perundang-undangan pertambangan, tidak dimiliki oleh pihak-pihak tersebut. Mereka tetap leluasa menjalankan kegiatan yang merusak alam dan berpotensi membahayakan masyarakat sekitar.
Salah satu warga yang melintas di sekitar lokasi, menemukan adanya aktivitas galian C dengan menggunakan Alat berat yang sedang memuat tanah galian diatas puluhan dump truk.
“Hari ini saya melihat pertambangan masih jalan, beberapa foto yang ada titik koordinat ada. Kita pikir sudah berhenti. Malah kedatangan orang DLH kemaren justru tidak di indahkan,” jelasnya dan tidak mau disebutkan namanya.
Kedatangan tim pengawas lingkungan hidup dari perwakilan Siak-Pelalawan ke lokasi galian pada hari Jumat tanggal 9 Mei 2025 sempat memberi harapan. Tim tersebut langsung turun ke beberapa titik lokasi tambang, menunjukkan bahwa masih ada pihak pemerintah yang serius menjalankan tugasnya. Namun, aksi tersebut tak membuahkan hasil konkret. Aktivitas galian ilegal itu masih terus beroperasi tanpa hambatan.
Peristiwa ini juga telah resmi dilaporkan kepada Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Riau, sebagai lembaga yang memiliki kewenangan dalam memberikan rekomendasi perizinan sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Surat laporan diterima oleh Holi, staf ESDM Provinsi, dari Amri selaku Ketua DPD Aliansi Jurnalis dan Pemerhati Lingkungan Hidup (AJPLH) Kabupaten Pelalawan.
Tujuan laporan tersebut sangat jelas, agar pemerintah tidak hanya hadir secara administratif, tetapi juga bertindak nyata dengan mengawasi, mengevaluasi, dan jika perlu menindak tegas pelaku usaha ilegal. Masyarakat meminta agar mereka yang belum memiliki izin diberikan edukasi hukum, dan mereka yang sengaja melanggar ditindak tanpa kompromi. Namun sampai saat ini, suara masyarakat tersebut seolah hanya masuk ke telinga yang tuli.
Menurut Amri, Ketua DPD AJPLH Kabupaten Pelalawan bahwa Kondisi ini menimbulkan kekecewaan mendalam.
“DLH dan APH Kabupaten Pelalawan dinilai mandul, tak memiliki ketegasan dan keberanian dalam menjalankan amanat undang-undang. Padahal, kewajiban pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelaku perusakan lingkungan sudah sangat jelas diatur dalam regulasi. Lantas, apa yang menghambat penindakan ini, Apakah ada pembiaran yang disengaja,” cetusnya dengan berharap ada tindakan tegas dari APH dan Pemerintah.
Publik kini mendesak aparat penegak hukum, baik kepolisian maupun kejaksaan, untuk turun tangan secara menyeluruh. Tak hanya memeriksa pelaku usaha, tetapi juga membongkar kemungkinan adanya oknum yang terlibat atau “bermain mata” dalam kasus ini. Aktivitas galian ilegal bukan hanya persoalan administrasi, tetapi juga menyangkut kerusakan ekosistem dan masa depan lingkungan hidup masyarakat Pelalawan.
Jika negara ini masih mengaku sebagai negara hukum, maka hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu. Jangan sampai rakyat mengambil kesimpulan bahwa hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas! Kasus galian C ilegal di SP6 Desa Makmur ini harus menjadi tamparan keras bagi pemerintah daerah dan menjadi ujian integritas bagi penegak hukum di Pelalawan,” tutupnya. (AS)